JOGJA, iseijogja.org – Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Atma Jaya Yogyakarta (FBE UAJY) menjadi tuan rumah kegiatan “The Sustainability Leadership Guest Lecture Series” (Sabtu, 18/10/25). Kuliah umum kali ini menyoroti bagaimana prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) dan strategi transisi nol bersih (Net Zero) telah bergerak dari sekadar ide menjadi praktik inti dalam pembentukan value bagi bisnis, pemerintah, dan komunitas.
Hadir selaku pembicara, Ibu Dewi Rizki (Chief Conservation Officer WWF Indonesia), dan Ibu Jennifer Soplanit (Senior Vice President Infrascructure Finance & Sustainability PT Bank HSBC Indonesia). Selaku moderator Dwitya Aribawa, Ph.D (Dosen FBE UAJY). Kuliah umum ini dihadiri oleh 200 peserta yang terdiri dari Mahasiswa Program Sarjana dan Magister dan Dosen Departemen Manajemen FBE UAJY.
Keberhasilan dalam memimpin keberlanjutan menuntut kecakapan spesifik yang harus dikuasai oleh generasi mendatang. “Sebagai bentuk komitmen, Program Studi Manajemen FBE UAJY secara proaktif telah membekali mahasiswa dengan keahlian yang relevan mengenai keberlanjutan melalui mata kuliah Sustainable and Green Management yang menjadi mata kuliah wajib sejak tahun 2022”, jelas M. Parnawa Putranta, Ph.D (Ketua Departemen Manajemen FBE UAJY).
Dewi Rizki dari WWF Indonesia menekankan bahwa keberlanjutan adalah tentang menyeimbangkan perekonomian, masyarakat, dan planet dalam jangka panjang. “Konsep ini penting karena isu-isu global seperti iklim, ketidaksetaraan, dan lapangan kerja saling terhubung, serta adanya tuntutan transparansi dari investor dan konsumen”, jelas Dewi.. Kerangka ESG (E/Lingkungan, seperti manajemen emisi, S/Sosial, seperti kesejahteraan karyawan, dan G/Tata Kelola, seperti transparansi dan akuntabilitas) menjadi alat ukur keberlanjutan dan tanggung jawab organisasi.
Menurut Jennifer Soplanit, dalam konteks nasional, penerapan ESG dibuktikan dengan adanya OJK Sustainable Finance Roadmap Phase II (2021–2025), Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI), serta kehadiran bursa karbon nasional (IDXCarbon). Meskipun demikian, implementasi proyek berkelanjutan masih menghadapi berbagai tantangan nyata. “Para mahasiswa pun didorong untuk menguasai “bahasa ESG” sebagai keterampilan masa depan, karena “Keberlanjutan bukanlah tren, itu adalah masa depan kepemimpinan.”, ungkap Jennifer.
Dari sisi finansial, Ibu Jennifer Soplanit memaparkan strategi perbankan global melalui Net Zero Transition Plan (NZTP) HSBC. Strategi NZTP HSBC berfokus pada tiga pilar: (1) membantu transisi industri yang padat karbon, (2) mengkatalisis ekonomi baru melalui pendanaan inovasi, dan (3) mendekarbonisasi rantai pasok dan perdagangan. HSBC telah menetapkan target pengurangan emisi yang didanai secara spesifik per sektor, seperti Minyak & Gas, dan Utilitas Listrik. Untuk memfasilitasi hal ini, bank menawarkan berbagai skema pembiayaan berkelanjutan (Sustainable Finance), termasuk model Use of Proceeds (misalnya Green Bond) dan Sustainability-Linked Format.
Kuliah umum ini menegaskan bahwa kepemimpinan berkelanjutan adalah prasyarat keberhasilan ekonomi di masa depan. Kolaborasi antara organisasi konservasi, regulator keuangan, dan bank besar menjadi kunci dalam mencapai keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan tanggung jawab ekologi serta sosial. Menguasai “bahasa ESG” merupakan tantangan keterampilan teknis mahasiswa untuk keberlanjutan. “Mahasiswa adalah agen kunci untuk menjembatani upaya Net Zero dengan praktik industri, memastikan Indonesia memiliki pemimpin yang bertanggungjawab di masa depan”, jelas M. Parnawa Putranta, Ph.D dalam rilisnya kepada media.







